Selasa, 10 Januari 2012

Kultur Sosial Suku Lio (Flores Tengah)

Orang Lio mendiami wilayah bagian tengah pulau Flores menggunakan Sara Lio (Bahasa Lio), suatu bahasa yang terbilang kedalam bahasa Bima-Sumba. Sebagian besar penduduk adalah petani lahan kering yang menanam padi-padian dan ubi-ubian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kehidupan ekonomi dan sosial berpusat disekitar siklus agrikultural tahunan yang tergantung pada musim hujan dan panas. Karenanya, tanah pertanian dan bertambahnya jumlah anggota keluarga adalah elemen-elemen dasar dalam kehidupan sosial. Tanah pertanian dimiliki secara komunal oleh keluarga patrilineal. Dahulu, pelapisan sosial terbagi atas tiga kelompok hirarkis. Kelompok pertama adalah Mosalaki dan Riabewa (pemangku adat), kedua adalah kelompok faiwalu/anahalo (Orang banyak) dan ketiga adalah kelompok ata ho’o rowa (para hamba dan budak). Pelapisan sosial mempunyai kaitan yang tak terlepaskan dengan persoalan kepemilikan tanah, menurut hukum adat, Mosalaki dan Riabewa adalah pemilik tanah, sedangkan faiwalu/ana halo adalah penggarap.
Interaksi yang meluas dan lebih intensif dengan dunia luar dimulai pada awal abad ini. Walaupun demikian, tak boleh dilupakan bahwa Ata Paga, orang-orang Lio yang mendiami wilayah bagian timur yang berbatasan dengan orang Sikka sudah lebih dulu berkontak dengan misionaris barat. Tahun 1621, orang Lio Paga sudah mempunyai seorang Imam Katholik, Joao Baptista da Fortalezza; Tahun 1873, datang lagi imam Jesuit, pater Omtizig yang menetap di stasi Sikka tetapi juga menyebarkan agama katholik di wilayah Lio Paga. Wilayah Lio bagian tengah dan barat baru berkontak dengan para misionaris pada awal abad ke-20. Penyebaran agama katholik baru dilakukan setelah propaganda Fide, menyerahkan wilayah misi kepulauan Sunda kecil dari ordo misioner Jesuit kepada Societas Verbi Divini (Serikat Sabda Allah) yang berlangsung pada tahun 1914.
Ada dua hal lagi yang peluh dikemukakan berkaitan dengan kontak yang lebih luas diantara warga dan juga pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Pertama, pembukaan isolasi fisik yang ditandai dengan pembuatan jalan lintas Flores sepanjang 620 km yang dikerjakan mulai tahun 1915 dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1925. Pembongkaran isolasi fisik ini merupakan suatu babak baru yang tak dapat diabaikan karena de facto orang Lio yang menetap secara relatif terisolir di tanah persekutuan masing-masing dan topografi wilayah Lio yang berbukit-bukit serta bergunung terjal menghambat kontak antar warga dari tanah persekutuan yang satu dengan warga dari tanah persekutuan lainnya. Kedua, intervensi kultural melalui pembukaan sekolah-sekolah (Standarschool dan Vervolgschool) diwilayah Lio. Hal ini perluh digarisbawahi karena tugas utama pendidikan anak-anak ada ditangan orang tua dalam keluarga. Pembukaan sekolah rakyat atau sekolah dasar suatu evolusi dalam bidang kultural, dalam artian sejak saat itu ada intervensi sistem pendidikan dan persekolahan modern yang juga bagi orang Lio suatu peralihan dari tradisi lisan menujuh tertulis.
Akhirnya tercatat pula tentang sistem politik. Mosalaki dan Riabewa adalah Pemimpin tertinggi pada setiap wilayah tanah persekutuan. Secara sosial, politik, dan ritual orang-orang Lio hidup independen dikampung-kampung yang merupakan kelompok kekerabatan dan pusat dari suatu tanah persekutuan. Para Mosalaki dan Riabewa adalah pemimpin dalam bidang politik, sosial dan religius. Peran pemangku adat tersebut mulai teredusir ketika Belanda memperkenalkan pengelompokan wilayah dan sitem kepemimpinan politis kerajaan dan swapraja dengan policy zelfbestuur sesudah menaklukan pemimpin adat Lio pada tahun 1907. Waktu itu, secara politis wilayah Lio dibagi kedalam tujuh wilayah swapraja. Tahun 1917, Belanda membagi wilayah Lio kedalam dua kerajaan, yaitu, kerajaan Tanah Kunu Lima dibagian timur, dan kerajaan Ndona di bagian barat. Dalam perkembangannya, pusat-pusat swapraja dan kerajaan menjadi pusat politik, pendidikan, dan agama katholik. Kedua wilayah kerajaan tersebut diatas, disatukan pada tahun 1924 dengan nama kerajaan Lio. Selain itu kehadiran para misionaris kristen yang di susul dengan pembentukan wilayah-wilayah gerejani juga memperlemah posisi para pemimpin tradisional.


Nama : Dewi Rahmawati
Kelas :1ka07

Tidak ada komentar:

Posting Komentar